Bagaimana Filsafat Memahami Cuitan BMKG soal Tak Ada Tsunami di Anyer
12/25/2018
Saya kaget mendengar ada tsunami di Anyer, Banten, Sabtu malam (22/12). Kabar buruk itu saya peroleh dari kumparan saat berpesta dengan ribuan Outsiders dan Lady Rose di konser SID. Belum hilang rasa kaget itu, netizen menyebut berita tsunami yang diturunkan kumparan sebagai hoaks. Kekagetan yang saya alami pun bertambah dua kali lipat.
Begini, klaim BMKG yang menyulut perundungan netizen terhadap kumparan singkatnya bertumpu pada empirisme dan silogisme. Prermis-premisnya dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dalam bahasa latin, terperangkapnya BMKG dalam kausalitas itu dikenal sebagai Post hoc ergo propter hoc (setelah ini, oleh karena itu, karena ini). Suatu kesesatan logis lantaran menyimpulkan sesuatu berdasarkan urutan peristiwa, minus mengkalkulasi variabel lain yang mungkin melenyapkan rangkaian peristiwa tersebut.
Elaborasi filsafat Hume ini juga jelas memiliki konsekuensi lain. Fakta yang terungkap belakangan, bahwa ada Gunung Krakatau yang erupsi pun jadi tidak bisa menjadi dalil atas peristiwa yang memakan korban jiwa tersebut.
Maka, di tangan Hume, kepastian telah runtuh. Ilmu pengetahuan hanya mampu menciptakan kemungkinan-kemungkinan. Sejauh mana dalilnya mendekati kebenaran, tapi bukan kebenaran itu sendiri.
Konsekuensi etisnya, mari melihat peristiwa alam secara bijaksana. Eksplanasi atas bencana alam bukanlah segala-galanya. Lain dari itu yang dibutuhkan adalah mitigasi, soal bagaimana korban mendapatkan pertolongan secepatnya.
Tulisan ini sebelumnya di-unggah di kumparan.com
Tulisan ini sebelumnya di-unggah di kumparan.com
0 komentar