Antagonisme dan Kesementaraan Posisional
5/25/2017
Mouffe berkali-berkali mengingatkan bahwa ada dimensi antagonisme yang
melekat di dalam relasi antarmanusia. Itu yang menyebabkan tiap-tiap
kita selalu tidak pernah sama dalam mempersepsi sesuatu, juga selalu
memiliki cara yang berbeda dalam menyelesaikan persoalan.
Antagonisme ini yang kemudian membelah relasi antarmanusia itu menjadi
"kami" dan "mereka". Di mana kekuasaan, sebagai artikulasi dari imaji
tentang kesatuan politik, selalu bersikeras untuk menciptakan "kami"
dengan "mereka" di dalam definisi. Tentu dalam konteksnya sebagai
"kawan" dan juga "seteru".
Persoalannya, banyak yang menampik
adanya antagonisme ini, bahkan yang lebih parah adalah menganggap bahwa
posisi pemikirannya adalah yang paling suci dan paling benar, tak
peduli dengan posisi pemikiran yang lain. Jelas ini sangat berbahaya,
karena hanya akan menutup ruang perdebatan. Sekaligus melenyapkan ragam
transaksi intelektual.
Padahal, politik, sebagaimana kata Mouffe,
adalah bukan soal lingkup kebenaran, melainkan justru lingkup opini.
Dan sebagai sebuah opini, seseorang terang selalu berada dalam sebuah
usaha mencapai kebenaran yang tak berkesudahan. Yang wujudnya adalah
kebenaran parsial dan sementara, bukan kebenaran asbolut.
Dari
sini, yang idealnya terjadi adalah kesementaraan posisional. Di mana
kesementaran itu divalidasi oleh pertempuran antarwacana, antaropini.
Ada kontestasi yang luar biasa besar setiap harinya.
Hanya melalui konstestasi ini baku kritik serta mekanisme check and balance akan hadir secara paripurna. Tujuannya tak lain untuk masa depan demokrasi yang lebiih baik.
Ini yang lalu perlu kita rawat di bumi Indonesia.
0 komentar