Menalar Murka Tuhan di Televisi

10/25/2018

Ilustrasi Azab Dok: kumparan


Seorang teolog Jerman, Rudolf Otto, dengan apik menggambarkan bahwa Tuhan adalah Dia yang dialami. Pengalaman itu bisa berarti banyak hal, kesulitan atau kemudahan, kemerdekaan atau keterbelengguan, hingga kemurkaan atau kewelasasihan.
Dua keping yang saling berkebalikan itu setia membayangi hidup manusia. Keberadaan sosok yang kudus disadari dengan cara seperti itu.
Otto menyebut, kesadaran tersebut sebagai pengalaman religius. Dalam bahasa latin, ia menyebut manusia memahami Tuhan sebagai mysterium tremendum et fascinans. Tuhan adalah misteri yang menggentarkan sekaligus memesona.
Dalam kegentaran, manusia selalu takut pada murka Tuhan. Itu dipertegas dari firman dan sabda yang mengisahkan tentang pembalasan. Tuhan adalah Ia yang mampu berbuat apa saja pada diri manusia.




Murka Tuhan jelas bukan sesuatu yang disangkal. Melalui murka-Nya, Tuhan yang tak bisa dilihat dan diraba justru dapat dirasakan. Keberadaan yang transenden menjumpai afrimasinya dalam titik tersebut.

Selain dialami langsung, dahulu, tremendum dikisahkan dari mulut ke mulut. Pengalaman mendengarkan kisahnya mampu membuat manusia gemetar. Kini, zaman yang berubah tak pernah menghilangkan hasrat atas perasaan tersebut.

Kini, pengalaman atas yang tremendum bisa dirasakan dengan visual yang jelas. Mengalami tremendum bisa dilalui dengan menghabiskan sekitar dua jam di depan televisi.

Maka, FTV azab yang bercerita tentang murka Tuhan adalah asupan untuk memenuhi yang tremendum. Tuhan, lalu agama, tidak bisa dirasionalkan. Oleh sebab itu, pengalaman numinous atau pengalaman atas yang tak terpikirkan menemukan jawabannya.



Betapa pun tidak rasionalnya azab yang menimpa seseorang di televisi, murka Tuhan itu selalu dapat dipahami. Keperkasaan Tuhan yang mampu membuat apa saja jadi basis argumen. Maka, ketidakmungkinan adalah mungkin, kekonyolan adalah banyolan dari orang-orang yang menyangkal Tuhan.

Tidak mengherankan bila kemudian murka Tuhan dinanti. Murka-Nya dapat mengingatkan pemirsa bahwa yang kudus benar-benar ada. Demikian adalah cara dalam memahami keberadaan-Nya.

Tuhan adalah Dia yang jauh sekaligus dekat, Dia yang tak terlihat sekaligus dapat dirasakan. Maka, tak perlu kemudian terlalu kritis. Bahkan meski pada akhirnya kita tahu bahwa yang tremendum itu rekaan dan diproduksi untuk kepentingan bisnis.

Tulisan ini sebelumnya telah tayang di kumparan

You Might Also Like

0 komentar

Gallery