Otokritik di Perayaan Idul Adha
9/24/2015
Kita yg hidup saat ini seringkali terpana pada "orang sholeh" yg seolah
begitu paham terhadap agama dan berbicara atas nama agama. Di situ pun
kita juga biasa menghayati agama sebagai ritual kolektif yg obyektif,
yakni menjalani ritual sebagai ritual belaka yg diafirmasi oleh yg
sosial. Mulai ritual sholat hingga potong kurban misalnya. Untuk itu, si
filsuf Melankolis, Soren Kierkegard rasanya layak saya tulis buat
status fb hari ini. Bagaimanapun atas jasanya, ritual potong hewan
kurban yg kerap saya jumpai hingga kisah klasik mengenai penyembelihan
yg dilakukan oleh Ibrahim menjadi lebih bermakna untuk diri saya
sendiri. Oya, sebelumnya Kierkegard pernah mengingatkan bahwa
keber-agama-an yg disangka objektif itu harusnya dipahami sebagai
penghayatan yg subjektif.
Dengan cara seperti itu manusia dapat terhindar dari massifikasi dan koletivisme despotik yg berpotensi memusnahkan ketunggalan manusia. Mengenai ketunggalan manusia itulah Kierkegard lalu berbicara mengenai Ibrahim. Ibrahim adalah sosok yg menjalani perintah Tuhan dgn penuh penghayatan subjektif. Tentang bagaimana perasaan Ibrahim yg harus menanggung beban yg sangat berat ketika ia diharuskan menyembelih anaknya sendiri. Tentang bagaimana Ibrahim harus diberikan pilihan yang begitu kabur antara kepastian dan ketidakpastian yg bermuara pada suatu lompatan iman (leap of faith) dengan memutuskan untuk menyembelih anaknya sendiri.
Akhir kata, semoga potong kurban tidaklah dimaknai sbg hari libur, bakar sate, dan menggugurkan kewajiban semata, melainkan mudah2an kita pun bs menghayati secara subjektif penyembelihan hewan2 kurban hari ini. Embeeeekkkk. Hihihihi
Dengan cara seperti itu manusia dapat terhindar dari massifikasi dan koletivisme despotik yg berpotensi memusnahkan ketunggalan manusia. Mengenai ketunggalan manusia itulah Kierkegard lalu berbicara mengenai Ibrahim. Ibrahim adalah sosok yg menjalani perintah Tuhan dgn penuh penghayatan subjektif. Tentang bagaimana perasaan Ibrahim yg harus menanggung beban yg sangat berat ketika ia diharuskan menyembelih anaknya sendiri. Tentang bagaimana Ibrahim harus diberikan pilihan yang begitu kabur antara kepastian dan ketidakpastian yg bermuara pada suatu lompatan iman (leap of faith) dengan memutuskan untuk menyembelih anaknya sendiri.
Akhir kata, semoga potong kurban tidaklah dimaknai sbg hari libur, bakar sate, dan menggugurkan kewajiban semata, melainkan mudah2an kita pun bs menghayati secara subjektif penyembelihan hewan2 kurban hari ini. Embeeeekkkk. Hihihihi
1 komentar
Keren tulisan kamu :)
ReplyDelete