Ramadhan: Antara Akselerasi dengan Deselerasi Konsumsi
7/30/2013Ada benarnya---walaupun bukan sepenuhnya kebenaran final ketika Baudrilard membalik logika Marx dan mengatakan bahwa dalam masyarakat kapitalisme lanjut, bukan lagi produksi yang memainkan peranan penting melainkan konsumsi. Dan entah mengapa, teori semacam ini mendorongku untuk merefleksikan kembali makna Ramadhan tahun ini. Jujur saja, sebetulnya aku sangat heran ketika mendapati data bahwa tingkat konsumsi kita ketika bulan ramadhan justru meningkat sangat tajam jika dibandingkan dngn bulan yang biasanya. Padahal jika kita sedikit memakai akal sehat maka seharusnya dalam bulan Ramadhan, kita dapat lebih berhemat karena memang notabene kita sedang menahan lapar. Ah, tapi faktanya memang aku melihat bahwa sebagian dari kita dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan ini sibuk menonjolkan uang yang kita miliki dalam membeli sesuatu yang mana tindakan membeli sesuatu itu sangat menyimpang dari makna ramadhan yang sebetulnya sedang (akan) kita jalani. kita lihat saja bersama, Pusat perbelanjaan seperti Mall ataupun pasar yang seolah juga tak ingin ketinggalan dalam momentum Ramadhan yang suci ini. Akan tetapi sadarkah kita kalau sebetulnya niat terselubung dari pusat perbelanjaan adalah dengan berbagai cara ingin menyerap habis uang yang kita miliki. Lantas, Salahkah? Oh, tentu saja tidak jika kita menggunakan logika kapitalisme lanjut dalam menelaah fenomena ini. Akan tetapi terlepas dari hal itu semua, sejujurnya lagi saya sangat kecewa dan muak ketika simbol-simbol agama seperti instalasi ketupat, sarung ataupun kubah masjid yang dipajang bebas di tempat2 perbelanjaan tersebut seolah-olah hendak mengafirmasi tindakan sebagian dari kita yang membelanjakan uangnya secara berlebih-lebihan. Sehingga kita menjadi merasa bahwa membelanjakan uang kita secara berlebih-lebihan adalah sesuatu yang sakral. So, hasilnya? alih-alih kita belajar mendeserelasi tingkat hawa nafsu konsumsi pada bulan Ramadhan justru berbalik menjadi mengakselerasi hawa nafsu konsumsi itu sendiri. Oh, memang Sungguh dahsyat kau kapitalisme lanjut! aku angkat topi deh.
Huftt.. walaupun demikian, pada akhirnya aku memang tidak dapat berbuat apa-apa. Aku hanya ingin mengajak kita semua termasuk diriku yg sangat bodoh ini untuk kembali merefleksikan makna bulan Ramdahan yg akan kita jalani bersama ini
0 komentar